Hingga saat ini bangsa Indonesia hanya mengenal tujuh presiden yang
pernah memimpin NKRI. Masyarakat pastinya fasih ketika harus menghapal
ketujuh nama presiden, mulai dari Ir Soekarno hingga sekarang presiden
Joko Widodo. Namun tahu kah anda bahwa ternyata ada dua nama lagi yang
pernah menjabat negeri ini? Mereka luput dan terlupakan dari sejarah,
bahkan tidak banyak yang mengenalnya.
Adalah Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat yang pernah memimpin
Indonesia pada masa-masa genting. Sayang, usia memimpin yang relatif
singkat membuat nama kedua tokoh ini tidak dikenal. Padahal tanpa
mereka, Indonesia bisa saja direbut kembali oleh penjajah karena kondisi
pemerintahan dalam keadaaan kosong. Siapa sebenarnya mereka dan
bagaimana perjalanan dalam memimpin Indonesia? Berikut ulasannya.
Kisah Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat yang terlupakan
Sjafruddin Prawiranegara memimpin saat Presiden Soekarno dan Mohd Hatta
di asingkan oleh Belanda pada Agresi Militer Belanda kedua. Saat itu
Belanda habis-habisan menggempur Yogyakrta. Selain dua tokoh nasional
tersebut, Belanda juga menangkap pemimpin Indonesia lainnya untuk di
asingkan ke Pulau Bangka. Belanda menyiarkan kabar bahwa Indonesia sudah
bubar, karena pemimpin-pemimpinnya sudah mereka tawan.
Beruntung Sjafruddin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai
Menteri Kemakmuran sedang berada di Bukittinggi, Sumatra Barat sehingga
terhindar dari pengasingan. Ia lantas mengusulkan untuk pembentukan
pemerintahan darurat demi meneruskan pemerintahan RI. Hal ini senada
dengan telegraf yang dikirmkan Ir Soekarno yang memberi kuasa kepada
Sjafruddin Prawiranegara untuk memimpin pemerintahan.
Ia kemudian menggelar rapat pada 19 Desember 1948 yang bertempat di
sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi. Rapat tersebut dihadiri
oleh Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan yang langsung menyetujui
pembentukan suatu Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Hal ini
semata-mata dilakukan demi NKRI agar tidak mengalami kekosongan
kekuasaan.
Akhirnya pada 22 Desember 1948, PDRI diproklamirkan dan Sjafruddin
menjadi pemimpinnya. Ia dibantu oleh kabinetnya diantaranya T.M.
Hasan, S.M. Rasjid, Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya,
dan Marjono Danubroto. Sementara Jenderal Sudirman tetap menjadi
Panglima Besar Angkatan Perang.
PDRI saat itu menjadi satu-satunya musuh Belanda. Semua tokoh-tokohnya
terus bergerak mengusir penjajah. Bahkan hingga sampai harus bermalam di
hutan rimba untuk menghindakan diri dari serangan. Rombongan ini kerap
tidur di semak belukar di pinggiran sungai Batanghari dan kekurangan
pasokan bahan makanan. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat
pahlawan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Perjuangan mereka ternyata membuahkan hasil. Pada pertengahan tahun
1949, posisi Belanda semakin terjepit karena agresi besar-besaran yang
diluncurkan ke Indonesia mendapat kecaman internasional. Mereka tidak
pernah berkuasa penuh dan akhirnya memilih berunding dengan utusan
Soekarno-Hatta yang saat itu masih berstatus tawanan.
Akhirnya perundingan menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Setelah
perjanjian ini Sjafruddin kemudian mengembalikan pemerintahan kembali
kepada Ir Soekarno pada 13 Juli 1949. Ini berarti masanya menjabat
sebagai presiden selama kurang lebih delapan bulan untuk melanjutkan
eksistensi Republik Indonesia.
Sementara itu Mr. Assaat pernah menjadi pemimpin Indonesia saat
Indonesia mengalami gejolak yang sama. Tepatnya pada tahun 1949 Ia
terpilih menjadi presiden saat republik ini menjadi bagian dari Republik
Indonesia Serikat (RIS). RIS merupakan negara yang dibuat oleh Belanda
dan terpisah dari NKRI.
Tepatnya setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dimana Belanda menetapkan
Ir Soekarno dan Hatta menjadi presiden dan Perdana Menteri RIS. Itu
berarti terjadi kekosongan kekuasaan di Republik Indonesia sendiri.
Tokoh Indonesia sudah membaca kelicikan Belanda yang akan menguasai
Indonesia jika negeri ini mengalami kekosongan kekuasaan. Akhirnya
dipilihlah Assaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Jika
Ia tidak berkuasa, Belanda tentu saja akan dengan mudah untuk menguasai
Indonesia.
Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1950 RI dan RIS melebur menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Artinya masa jabatan Assaat sebagai
presiden RI sekitar sembilan bulan. Kursi kepemimpinan kemudian
dikembalikan lagi kepada Ir. Soekarno.
Perjuangan mereka tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika
tidak ada keduanya, mungkin saja kisah Indonesia tidak seperti dalam
buku sejarah yang kita baca di sekolah. Sayang, nama keduanya seolah
hilang dan tidak diabadikan. Meski jasanya tidak kalah hebat dengan
presiden yang memiliki catatan periode lima tahun atau lebih.
sumber : http://infoyunik.blogspot.com/2015/07/presiden-indonesia-yang-tidak-tertulis.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Presiden Indonesia yang Tidak Tertulis dalam Sejarah Bangsa "
Posting Komentar